Kamis, 12 Februari 2015

ETIKA HUKUM KEPERAWATAN

ETIKA HUKUM KEPERAWATAN
BY : Ns Viera
A.   Defenisi etika hukum kesehatan
Etika merupakan kata yang berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar dan David (1978) berarti kebiasaan atau model prilaku, atau standar yang diharapkandan kriteria tertentu untuk sesuatu tindakan, dapat diartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan pembuatan keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan.
Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Curret English ASHornby mengartikan etika sebagai sistem dari prinsip-prinsip moral atau aturan-aturan prilaku. Menurut definisi AARN (1996), etika berfokus pada yang seharusnya baik salah atau benar, atau hal baik atau buruk. Sedangkan menurut Rowson, (1992).etik adalah Segala sesuatu yang berhubungan / alasan tentang isu moral.
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu etos yang berarti watak, kebiasaan, model perilaku cara berkata atau bertindak dimana melalui etika orang lain akan mengenal siapa diri kita sedangkan moral berasal dari kata latin –mos-(gen:moris) yang berarti tata adat atau kebiasaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedangkan objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan atau soal bermoral atau tidaknya perbuatan manusia, maka perbuatan yang dilakukan tanpa sadar atau secara tidak bebas tidak bisa dikenai penilaian dan sanksi moral. Masalah etika dewasa ini sering di artikan sebagai motif atau dorongan yang mempengaruhi suatu perilaku manusia.
Etika adalah ilmu tentang kesusilaan yg bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalammasyarakat yg melibatkan aturan atau prinsip yg menentukan tingkah lakuyang benar. Moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yg merupakan standar perilaku´dan nilai´ yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi anggota masyarakat tempat ia tinggal. Etiket atau adat merupakan sesuatu yang dikenal, diketahui, diulang serta menjadi suatu kebiasaan di dalam suatu masyarakat baik berupa kata- kata maupun bentuk perbuatan yang nyata. Etika, moral dan etiket sulit dibedakan, hanya dapat dilihat bahwa etika lebih dititik beratkan pada aturan, prinsip yang melandasi perilaku yang mendasar dan mendekati aturan, hukum dan undang - undang yang membedakan benar atau salah secaramoralitas nilai-nilai moral yang ada dalam kode etik keperawatan
Etika bisa diartikan juga sebagai, yang berhubungan dengan pertimbangan keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada undang-undang atau peraturan yang menegaskan hal yang harus dilakukan. Etika berbagai profesi digariskan dalam kode etik yang bersumber dari martabat dan hak manusia ( yang memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari profesi. Profesi menyusun kode etik berdasarkan penghormatan atas nilai dan situasi individu yang dilayani.
Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang. Secara umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang atau kelompok tertentu. Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik perawatan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap, oranglain
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992). 
Hukum kesehatan adalah kumpulan peraturan yang berkaitan langsung dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi (Prot. Van der Miju).
Fungsi Hukum dalam pelayanan keperawatan
1.    Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan.
2.    Membedakan tanggung jawab dengan profesi yang lain
3.    Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan posisi  perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum
B.   Tujuan Etika Keperawatan
Etika profesi keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat pengukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat.
Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika keperawatan adalah mampu :
1.         Mengenal dan mengidentifikasi unsur norma dalam praktek keperawatan.
2.         Membentuk strategi atau cara dan menganalisis masalah norma yang terjadi dalam praktek keperawatan.
3.         Menghubungakn prinsip moral atau pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaan.
Perawat membutuhkan kemampuan untuk menghungkan dan mempertimbangkan peran prinsipmoralitas, yaitu keyakinannya terhadap tindakan yang dihubungkan ajaran agama dan perintah tuhan dalam :
1.         Pelaksanaan kode perilaku yang disepakati oleh kelompok profesi, perawat sendiri, maupun masyarakat
2.         Cara mengambil keputusan yang didasari oleh sikap kebiasaan dan pandangan (hal yang dianggap benar). Menurut veatch, yang mengambil keputusan tentang etika profesi keperawatan adalah perawat sendiri, tenaga kesehatan lainya; dan etika yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan ialah masyarakat/orang awam yang menggunakan ukuran dan nilai umum sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Menurut nasional league for nursing (NLN [pusat pendidikan keperawatan milik perhimpunan perawat amerika] ),pendidikan keperawatan bertujuan:
1.         Meningkatkan pengertian peserta didik tentang hubungan antarprofesi kesehatan lain dan mengerti tentang peran dan fungsi anggota tim kesehatan tersebut
2.         Mengembangkan potensi pengambilan keputusan yang bersifat moralitas, keputusan tentang baik dan buruk yang akan pertanggung jawabkan kepada tuhan sesuai dengan kepercayaannya.
3.         Mengembangkan sifat pribadi dan sikap prefesional peserta didik.
4.         Mengembangkan pengetahuan  dan keterampilan yang penting untuk dasar praktik keperawatan prefesional. Diakui bahwa pengembangan keterampilan ini dilema etika, artinya konflik yang dialami, yang memerlukan pengambilan keputusan yang baik dan benar dipandang dari sudut profesi, kemanusiaan, kemasyarakatan, kesehatan dan keperawatan.
5.         Memberi kesempatan kepada peserta didik menerapkan ilmu dan prinsip etika keperawatan dan dalam situasi nyata.
Pendidikan etika sangat penting dalam pendidikan keperawatan yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik tentang perbedaan  nilai, norma yang timbul dalam keputusan keperawatan. Namun, etika keperawatan tidak cukup hanya diajarkan, tetapi harus ditanamkan dan diyakinin oleh peserta didik melalui pembinaan, tidak saja dipendidikan, tetapi dalam lingkungan pekerjaan dan lingkungan profesi.
C.   Defenisi profesi keperawatan
Beberapa pendapat pandangan terhadap pengertian suatu profesi menurut :
1.    Schein EH (1962) Profesi merupakan sekumpulan pekerjaan yang membangun suatu norma yang sangat khusus yang berasal dari peranannya di masyarakat.
2.    Hughes (1963) Profesi merupakan mengetahui yang lebih baik tentang sesuatu hal dari orang lain serta mengetahui lebih baik dari kliennya tentang apa yang terjadi pada kliennya.
3.    Wilensky (1964) Profesi berasal dari perkataan profession yang berarti suatu pekerjaan yang membutuhkan dukungan body of knowlegde sebagai dasar bagi perkembangan teori yang sistematis meghadapi banyak tantangan baru ,dan karena itu membutuhkan pendidikan dan pelatihan yang cukup lama, memiliki kode etik orientasi utamanya adalah melayani (alturism)
Keperawatan adalah menempatkan pasien dalam kondisi paling baik bagi alam dan isinya untuk bertindak. Sementara menurut Calilista Roy (1976), keperawatan merupakan definisi ilmiah yang berorientasi kepada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada klien.
Pada lokakarya nasional tahun 1983, disepakati pengertian keperawatan adalah pelayanan professional yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio psiko sosio spiritual yang komprehensif yang ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Dari beberapa macam definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa keperawatan merupakan upaya pemberian pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan professional, holistic berdasarkan ilmu dan kiat, standar pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat professional secara mandiri atau melalui upaya kolaborasi.
Profesi keperawatan sendiri lebih mengacu pada individu yang menekuni karir di bidang tenaga kesehatan sebagai seorang perawat. Perawat menurut UU RI no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Menurut Virginia Henderson, profesi keperawatan (nursing) didefinisikan dari sisi fungsional, bahwa tugas unik seorang perawat adalah membantu seseorang. Sakit atau sehat dengan aksi-aksinya dalam memberikan sumbangan bagi kesehatan atau penyembuhan (atau kematian yang damai) yang akan mereka kerjakan tanpa bantuan—seandainya dia memiliki kekuatan, kehendak atau pengetahuan. Dan melakukan hal ini dengan suatu cara untuk membantunya meraih kemandirian secepat mungkin.
Menurut Taylor C. Lillis C. Lemone (1989), perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan melindungi seseorang karena sakit, luka dan proses penuaan. Sedangkan menurut ICN (International Council of Nursing) tahun 1965, perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan penderita sakit.
D.    Keperawatan Sebagai Profesi
Berdasarkan definisi oleh para ahli diatas menganai profesi, mari kita lihat mengapa keperawatan itu sebagai profesi.
1.    Mempunyai body of knowledge.
Tubuh pengetahuan yang dimiliki keperawatan adalah ilmu keperawatan ( nursing science ) yang mencakup ilmu – ilmu dasar (alam, sosial, perilaku), ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu keperawatan dasar, ilmu keperawatan klinis dan ilmu keperawatan komunitas.
2.    Pendidikan Berbasis Keahlian Pada Jenjang Pendidikan Tinggi.
Di Indonesia berbagai jenjang pendidikan telah dikembangkan dengan mempunyai standar kompetensi yang berbeda-beda mulai D III Keperawatan sampai dengan S3 akan dikembangkan.
3.    Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat Melalui Praktik Dalam Bidang Profesi.
Keperawatan dikembangkan sebagai bagian integral dari Sistem Kesehatan Nasional. Oleh karena itu sistem pemberian askep dikembangkan sebagai bagian integral dari sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang terdapat di setiap tatanan pelayanan kesehatan. Pelayanan/ askep yang dikembangkan bersifat humanistik/menyeluruh didasarkan pada kebutuhan klien,berpedoman pada standar asuhan keperawatan dan etika keperawatan.
4.    Memiliki Organisasi Profesi.
Keperawatan harus memiliki organisasi profesi,organisasi profesi ini sangat menentukan keberhasilan dalam upaya pengembangan citra keperawatan sebagai profesi serta mampu berperan aktif dalam upaya membangun keperawatan profesional dan berada di garda depan dalam inovasi keperawatan di Indonesia. Saat ini di indonesia memilki organisasi profesi keperawatan dengan nama PPNI, dengan aggaran dasar dan anggaran rumah tangga, sedangkan organisasi keperawatan di dunia dengan nama internasional Council Of Nurse (ICN)
5.    Pemberlakuan Kode Etik Keperawatan.
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan ,perawat profesional selalu menunjukkan sikap dan tingkah laku profesional keperawatan sesuai kode etik keperawatan.
6.    Otonomi
Keperawatan memiliki kemandirian,wewenang, dan tanggung jawab untuk mengatur kehidupan profesi,mencakup otonomi dalam memberikan askep dan menetapkan standar asuhan keperawatan melalui proses keperawatan, penyelenggaraan pendidikan, riset keperawatan dan praktik keperawatan dalam bentuk legislasi keperawatan.
7.     Motivasi Bersifat Altruistik.
Masyarakat profesional keperawatan Indonesia bertanggung jawab membina dan mendudukkan peran dan fungsi keperawatan sebagai pelayanan profesional dalam pembangunan kesehatan serta tetap berpegang pada sifat dan hakikat keperawatan sebagai profesi serta selalu berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
E.     Masalah Etika dalam Praktik Keperawatan
Pada bagian ini masalah etika keperawatan lebih khusus yang dapat ditemui dalam praktik keperawatan, sesuai dengan yang diuraikan oleh Elis, Hartley (1980), yang meliputi self-evaluation (evaluasi diri), evaluasi kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang, merekomendasikan klien pada dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang buruk, serta masalah peran merawat dan mengobati.
Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian makanan dan cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik yang langsung berkaitan dengan praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang, memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang buruk, masalah peran merawat dan mengobati.
Disini akan dibahas sekilas beberapa hal yang berikaitan dengan masalah etik yang berkaitan langsung pada praktik keperawatan, yaitu:
1.    Konflik Etik antara Teman Sejawat
Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan pasien. Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien, maka perawat harus mampu mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan tidak bijak, serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering sering kali menimbulkan konflik antara perawat sebagai pelaku asuhan keperawatan dan juga terhadap teman sejawat. Dilain pihak perawat harus menjaga nama baik antara teman sejawat, tetapi bila ada teman sejawat yang melakukan pelanggaran atau dilema etik hal inilah yang perlu diselesaikan dengan bijaksana.
2.    Menghadapi Penolakan Pasien terhadap Tindakan Keperawatan
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk pengobatan sebagai alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang memungkinkan orang untuk mencari jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat, keuangan, social dan lain-lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan keperawatan merupakan hak pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak memilih, menolak segala bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan dirinnya, yang perlu dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga tidak terjadi konflik sehingga menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih tidak etis.
3.    Masalah antara peran merawat dan mengobati
Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering kali peran ini menjadai kabur dengan peran mengobati. Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakuka pengobatan banyak terjadi di Indonesia, terutama oleh perawat yang ada didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dari hasil penelitian, Sciortio (1992) menyatakan bahwa pertentangan antara peran formal perawat dan pada kenyataan dilapangan sering timbul dan ini bukan saja masalah Nasional seperti di Indonesia, tetapi juga terjadi di Negara-negara lain.Walaupun tidak diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini mempunyai implikasi besar. Antara pengetahuan perawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang kurang dan juga kurang aturan-aturan yang jelas sebagai bentuk perlindungan hukum para pelaku asuhan keperawatan hal inisemakin tidak jelas penyelesaiannya.
4.    Berkata Jujur atau Tidak jujur
Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak merasa bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan perawat adalah benar (jujur) sesuai kaedah asuhan keperawatan. Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya oleh pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik,  suntikan ini tidak sakit”. Dengan bermaksud untuk menyenangkan pasien karena tidak mau pasiennya sedih karena kondisinya dan tidak mau pasien takut akan suntikan yang diberikan, tetapi didalam kondisi tersebut perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat berkata jujur akan membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien dan bila berkata tidak jujur, perawat melanggar hak pasien.
5.    Tanggung Jawab Terhadap Peralatan dan Barang
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti mencuri barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah meninggal dan setalah pasien meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan sisa yang belum dipakai pasien, perawat dengan seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan dalam inventarisasi ruangan tanpa seijin keluarga pasien.
Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak ada artinya bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi keluarga kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu merupakan hal yang sangat penting, Karena walaupun bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa obat itu diambil.
Perawat harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain bahwa menggambil barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak dibenarkan karena setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap peralatan dan barang ditempat kerja.
F.     Prinsip-prinsip Etika Keperawatan
1.    Otonomi
Prinsip otonomi merupakan bentuk resfek terhadap seseorang atau dipandang sebagai persetujuan tanpa paksaan dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.

2.    Berbuat Baik
Berbuat baik berarti hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan memerlukan pencegahan kesalahan atau kejahatan, dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
3.    Keadilan.
Keadilan dibutuhkan demi tercapainya derajat dan keadilan terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
4.    Tidak Merugikan.
Prinsip tidak merugikan ini mengandung arti tidak meninbulkan bahasa fisik dan psikologis pada klien.
5.    Kejujuran.
Prinsip kejujuran artinya penuh kebenaran yang berhubungan dengan kemampuan seseorang mengatakan kebenaran.
6.    Menepati Janji
Prinsip menepati janji dibutuhkan individuuntuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain
7.    Kerahasiaan
Prinsip kerahasiaan adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga sunguh-sunguh sebab merupakan sesuatu yang privasi.
8.    Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan standar pasti bahwa tindakan seseorang yang profesional harus dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
G.    Kode Etik Keperawatan.
Etik atau ethics berasal dari kata yunani, yaitu etos yang artinya adat, kebiasaaan, perilaku, atau karakter. Sedangkan menurut kamus webster, etik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral. Dari pengertian di atas, etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu :
1.      Baik  dan buruk
2.      Kewajiban dan tanggung jawab.
Etik mempunyai arti dalam penggunaan umum. Pertama, etik mengacu pada metode penyelidikan yang membantu orang memahami moralitas perilaku manuia; yaitu, etik adalah studi moralitas. Ketika digunakan dalam acara ini, etik adalah suatu aktifitas; etik adalah cara memandang atau menyelidiki isu tertentu mengenai perilaku manusia. Kedua, etik mengacu pada praktek, keyakinan, dan standar perilaku kelompok tertentu (misalnya : etik dokter, etik perawat).
Etika berbagai profesi digariskan dalam kode etik yang bersumber dari martabat dan hak manusia (yang memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari profesi.
Moral, istilah ini berasal dari bahasa latin yang berarti adat dan kebiasaan. Pengertian moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang merupakan “standar perilaku” dan nilai-nilai” yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi anggota masyarakat di mana ia tinggal.
Etiket atau adat merupakan sesuatu yang dikenal, diketahui, diulang, serta menjadi suatu kebiasaan didalam masyarakat, baik berupa kata-kata atau suatu bentuk perbuatan yang nyata.
Kode etik adalah suatu pernyataan formal mengenai suatu standar kesempurnaan dan nilai kelompok. Kode etik adalah prinsip etik yang digunakan oleh semua anggota kelompok, mencerminkan penilaian moral mereka sepanjang waktu, dan berfungsi sebagai standar untuk tindakan profesional mereka.
Kode etik disusun dan disahkan oleh organisasi atau wadah yang membina profesi tertentu baik secara nasional maupun internasional. Kode etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Musyawarah Nasional PPNI di jakarta pada tanggal 29 November 1989.
Kode etik keperawatan Indonesia tersebut terdiri dari 4 bab dan 16 pasal.
1.    Bab 1, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat.
2.    Bab 2, terdiri dari lima pasal menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap tugasnya.
3.    Bab 3, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain.
4.    Bab 4, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan.
5.    Bab 5, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air. Dengan penjabarannya sebagai berikut:
a.    Tanggung jawab Perawat terhadap klein
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, diperlukan peraturan tentang hubungan antara perawat dengan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
1)    Perawat, dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa berpedoman pada tanggung jawab yang bersumber pada adanya kebutuhan terhadap keperawatan individu, keluarga, dan masyarakat.
2)    Perawat, dalam melaksanakan pengabdian dibidang keperawatan, memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga dan masyarakat.
3)    Perawat, dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu, keluarga, dan masyarakat, senantiasa dilandasi rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
4)    Perawat, menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga dan masyarakat, khususnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan, serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari tugas dan kewajiban bagi kepentingan masyarakat.
b.    Tanggung jawab Perawat terhadap tugas
1)    Perawat, memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu, keluarga, dan masyarakat.
2)    Perawat, wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya, kecuali diperlukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3)    Perawat, tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang dimilikinya dengan tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.
4)    Perawat, dalam menunaikan tugas dan kewajibannya, senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, agama yang dianut, dan kedudukan sosial.
5)    Perawat, mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien/klien dalam melaksanakan tugas keperawatannya, serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan keperawatan.
c.    Tanggung jawab Perawat terhadap Sejawat
Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain sebagai berikut :
1)    Perawat, memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara keserasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluru.
2)    Perawat, menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya kepada sesama perawat, serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan.
d.    Tanggung jawab Perawat terhadap Profesi
1)    Perawat, berupaya meningkatkan kemampuan profesionalnya secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan keperawatan.
2)    Perawat, menjungjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan menunjukkan perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur.
3)    Perawat, berperan dalammenentukan pembakuan pendidikan dan pelayanan keperawatan, serta menerapkannya dalam kagiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.
4)    Perawat, secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
e.    Tanggung jawab Perawat terhadap Negara
1)    Perawat, melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijsanaan yang telah digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan keperawatan.
2)    Perawat, berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.
Kode Etik Keperawatan Menurut ICN (International Council 0f Nurses Code for Nurses) . ICN adalah suatu federasi perhimpunan perawat nasional diseluruh dunia yang didirikan pada tanggal 1 juli 1899 oleh Mrs. Bedford Fenwich di Hanover Squar, London dan direvisi pada tahun 1973. Uraian Kode Etik ini diuraikan sebagai berikut:
1.    Tanggung Jawab Utama Perawat.
Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatnya kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, perawat harus meyakini bahwa :
a.    Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai tempat adalah sama.
b.    Pelaksanaan praktek keperawatan dititik beratkan terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjungjung tinggi hak asasi manusia.
c.    Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan atau keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dam masyarakat, perawat mengikut sertakan kelompok dan institusi terkait.
2.    Perawat, Individu, dan Anggota Kelompok Masyarakat.
Tanggung jawab utama perawat adalah melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas, perawat perlu meningkatkan keadaan lingkungan kesehatan dengan menghargai nilai-nilai yang ada di masyarakat, menghargai adat kebiasaan serta kepercayaan inidividu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang menjadi pasien atau klien. Perawat dapat memegang teguh rahasia pribadi (privasi) dan hanya dapat memberikan keterangan bila diperlukan oleh pihak yang berkepentingan atau pengadilan.
3.    Perawat dan Pelaksanaan praktek keperawatan.
Perawat memegang peranan penting dalam menentukan dan melaksanakan standar praktik keperawatan untuk mencapai kemampuan yang sesuai dengan standar pendidikan keperawatan. Perawat dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya secara aktif untuk menopang perannya dalam situasi tertentu. Perawat sebagai anggota profesi, setiap saat dapat mempertahankan sikap sesuai dengan standar profesi keperawatan.
4.    Perawat dan lingkungan Masyarakat 
Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tanggap mempunyai inisiatif, dan dapat berperan serta secara aktif dalam menemukan masalah kesehatan dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
5.    Perawat dan Sejawat
Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman sekerja, baik tenaga keperawatan maupun tenaga profesi lain di luar keperawatan. Perawat dapat melindungi dan menjamin seseorang, bila dalam masa perawatannya merasa terancam.
6.    Perawat dan Profesi Keperawatan
Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan pelaksanaan standar praktek keperawatan dan pendidikan keperawatan. Perawat diharapkan ikut aktif dalam mengembangkan pengetahuan dalam menopang pelaksanaan perawatan secara profesional. Perawat, sebagai anggota organisasi profesi, berpartisipasi dalam memelihara kestabilan sosial dan ekonomi sesuai dengan kondisi pelaksanaan praktek keperawatan.
H.    Fungsi Hukum dalam pelayanan keperawatan
1.    Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan
2.    Membedakan tanggung jawab dengan profesi yang lain
3.    Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum.


I.       Masalah Hukum dalam Praktik Keperawatan
Berbagai masalah hukum dalam praktik keperawatan telah diidentifikasi oleh para ahli. Beberapa masalah yang dibahas secara singkat disini meliputi :
1.      Menandatangani Pernyataan Hukum.
Perawat seringkali diminta menandatangi atau diminta untuk sebagai saksi. Dalam hal ini perawat hendaknya tidak membuat pernyataan yang dapat diinterprestasikan menghilangkan pengaruh. Dalam kaitan dengan kesaksian perawat disarankan mengacu pada kebijakan rumah sakit atau kebijakan dari atasan.
2.      Format Persetujuan (Consent).
Berbagai format persetujuan disediakan oleh institusi pelayanan dalam bentuk yang cukup bervariasi. Beberapa rumah sakit memberikan format persetujuan pada awal pasien masuk rumah sakit yang mengandung pernyataan kesanggupan pasien untuk dirawat dan menjalani pengobatan. Bentuk persetujuan lain adalah format persetujuan operasi. Perawat dalam proses persetujuan ini biasanya berperan sebagai saksi. Sebelum informasi dari dokter ahli bedah atau perawat tentang tindakan yang akan dilakukan beserta resikonya.
3.    Report
Setiap kali perawat menemukan suatu kecelakaan baik yang mengenai pasien, pengunjung maupun petugas kesehatan, perawat harus segera membuat suatu laporan tertulis yang disebut incident report. Dalam situasi klinik, kecelakaan sering terjadi misalnya pasien jatuh dari kamar mandi, jarinya terpotong oleh alat sewaktu melakuakan pengobatan, kesalahan memberikan obat dan lain-lain. 
Dalam setiap kecelakaan, maka dokter harus segera diberi tahu.  Beberapa rumah sakit telah menyediakan format untuk keperluan ini. Bila format tidak ada maka kejadian dapat ditulis tanpa menggunakan format buku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pencatatan incident report antara lain
a.    Tulis  kejadian sesuai apa adanya
b.    Tulis tindakan yang anda lakukan
c.    Tulis nama dan tanda tangan anda dengan jelas
d.    Sebutkan waktu kejadian ditemukan
4.    Pencatatan
Pencatatan merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak lepas dari asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Pencatatan merupakan salah satu komponen yang penting yang memberikan sumber kesaksian hukum. Betapapun mahirnya keterampilan anda dalam memberikan perawatan, jika tidak dicatat atau dicatat tetapi tida lengkap, tidak dapat membantu dalam persidangan. Setiap selesai melakukan suatu tindakan maka perawat harus segera mencatat secara jelas tindkan yang dilakukan dan respon pasien terhadap tindakan serta mencantumkan waktu tindakan diberikan dan tanda tangan yang memberikan tindakan.
5.    Pengawasan Penggunaan Obat
Pemerintah Indonesia telah mengatur pengedaran dan penggunaan obat. Obat ada yang dapat dibeli secara bebas dan ada pula yang dibeli harus dengan resep dokter. Obat-obat tersebut misalnya narkotik disimpan disimpan ditempat yang aman dan terkunci dan hanya oprang-orang yang berwenang yang dapat mengeluarkannya. Untuk secara hukum hanya dapat diterima dalam pengeluaran dan penggunaan obat golongan nartkotik ini, perawat harus selalu memperhatikan prosedur dan pncatatan yang benar
6.    Abortus Dan Kehamilan Diluar Secara Alami
 Abortus merupakan pengeluaran awal fetus pada periode gestasi sehingga fetus tidak mempunya kekuatan untuk bertahan hidup. Abortus merupakan tindakan pemusnahan yang melanggar hukum, atau menyebabkan lahir prematur fetus manusia sebelum masa lahir secara alami.
Abortus telah menjadi masalah internasional dan berbagai pendapat telah diajukan baik yang menyetujui maupun yang menentang. Factor-faktor yang mendorong abortus antara lain karena :
a.     Pemerkosaan
b.     Pria tidak bertanggung jawab
c.      Demi kesehatan mental
d.     Kesehatan tubuh
e.     Tidak mampu merawat bayi
f.       Usia remaja
g.     Masih sekolah
h.     Ekonomi
Yang dimaksud dengan kelahiran yang diluar secara alami meliputi kelahiran yang diperoleh dengan tidak melalui hubungan intim suami istri sebagai mana mestinya. Misalnya melalui fertilisasi invirto (bayi tabung).
7.    Kontroversi Aborsi
Aborsi di Indonesia masih merupakan perbuatan yang secara jelas dilarang, terkecuali jika ada indikasi medis tertentu yang mengakibatkan terancamnya hidup dari sang Ibu. Di dunia Internasional sendiri dikenal dua kelompok besar yaitu pro life (yang menentang aborsi) dan pro choice (yang tidak menentang aborsi) berikut dengan berbagai argumentasi yang melatarbelakanginya.
Di Indonesia sendiri, meski aborsi dilarang, namun tetap banyak perempuan-perempuan yang melakukan aborsi. Baik dilakukan berdasarkan indikasi medis tertentu maupun indikasi non medis.
Dalam aborsi, kami cenderung melihatnya dari sisi non moral, karena problem moral haruslah diletakkan dalam koridor moral semata dan tentu bukan dalam koridor moral yang dimasukkan unsur-unsur hukum. Beberapa contoh bagaimana terkadang moral dan hukum, dalam pandangannya, tidak mampu untuk menjawab persoalan persoalan ini.
Contoh A: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam terminologi adanya kekuatan yang melakukan pembersihan etnis dimana dia adalah salah satu etnis yang hendak disapu bersih.
Contoh B: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam konteks kejahatan dalam keluarga.
Contoh C: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam konteks kejahatan di lingkungan kerja. Dia sendiri sudah bersuami dan memiliki anak-anak yang baik dan lucu-lucu.
Contoh D: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam konteks kejahatan biasa. Dia diperkosa karena ada perampok yang memasuki rumahnya.
Contoh E: Seorang perempuan yang hendak melangsungkan perkawinan, ternyata telah hamil sebelum perkawinannya berlangsung. Sementara calon suaminya sendiri kabur entah kemana dan tak dapat dilacak kembali
Jika perempuan-perempuan ini diharuskan memelihara kehamilannya, kami yakin dia akan menanggung beban psikologis yang berat dan melahirkan anak yang tidak diinginkan akan merupakan beban dan pukulan kedua yang berat bagi mereka. Dan bisa jadi anak yang dilahirkannya malah tidak diurus dengan baik, baik oleh dirinya maupun keluarganya. Kalau sudah begini terjadi lingkaran kekerasan yang tak ada habisnya
8.    Kematian dan Masalah yang Terkait
Masalah hukum yang berkaitan denagn kematian antara lain meliputi pernyataan kematian, bedah mayat/otopsi dan donor organ. Kematian dinyatakan oleh dokter dan ditulis secara sah dalam surat pernyataan kematian.
 Surat pernyataan ini biasanya dibuat beberapa rangkap dan keluarga mendapat satu lembar untuk digunakan sebagai dasar pemberitahuan kepada kerabat serta keperluan ansuransi. Pada keadaan tertentu misalnya untuk keperluan keperluan peradilan, dapat dilakukan bedah mayat pada orang yang telah meninggal.
J.     Mencegah Masalah  Hukum  dan Etika yang Terkait dengan Pelayanan Keperawatan
1.    Strategi Penyelesaian Masalah Hukum
Malpraktik masih menjadi topik dalam dunia kesehatan. Berbagai praktik kesehatan termasuk keperawatan ini sudah diarahkan untuk mencegah terjadinya malpraktik. Berbagai UU praktik kesehatan telah mulai diupayakan untuk memberikan arahan bagi praktik professional dan perlindungan bagi praktik kesehatan. Peradilan profesi semakin banyak dibicarakan bagi pemikir hukum kesehatan (misalnya PERHUKI dan pemerintah) yang nantinya dapat memberikan pengayoman hukum bagi tenaga kesehatan dan bagi masyarakat. 
Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena menyangkut nasib manusia. Menanggapi hal ini kita jadi ingat slogan lama “mencegah lebih baik dari pada mengobati”. Kiranya mencegah masalah hukum lebih baik dari pada memberikan sanksi hukum. Untuk ini sebagai perawat harus mengetahui prinsip-prinsip dalam mencegah hukum.
2.    Strategi Penyelesaian Masalah Etik.
Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara perawat dan dokter tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat. Bila ini berlanjut dapat menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan pada pasien dan kenyamanan kerja. (Mac Phail, 1988)Salah satu cara menyelesaikan permasalahan etis adalah dengan melakukan rounde ( Bioetics Rounds ) yang melibatkan perawat dengan dokter. Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis tetapi untuk melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan terdapat permasalahan etis.
3.    Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik.
Menurut Thompson dan Thompson (1985). dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit untuk diputuskan, dimana tidak ada alternative yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternative yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Dan untuk membuat keputusan etis, seseorang harus bergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh beberapa ahli yang pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan dengan pemecahan masalah secara ilmiah.
Setiap perawat harus dapat mengintegrasikan dasar-dasar yang dimilikinya dalam membuat keputusan termasuk agama, kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang menyatakan hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa orang membuat keputusan dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari keputusannya, ada pula yang membuat keputusan berdasarkan pengalamannya.
a.    Teori dasar pembuatan keputusan Etis
1)    Teleologi
Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). Istilah teleo¬logi dan utilitarianisme sering digunakan saling bergantian. Teleologi me¬rupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan The end justifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia (Kelly, 1987). Teori teleologi atau utilitarianisme dapat dibedakan menjadi rule utili¬tarianisme dan act utilitarianisme. Rule utilitarianisme berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan tergantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada manusia. Act utilita¬rianisme bersifat lebih terbatas; tidak melibatkan aturan umum tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu, dengan pertimbangan terhadap tindakan apa yang dapat memberikan kebaikan sebanyak-banyaknya atau ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada individu. Contoh penerapan teori ini misalny a bayi-bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban di masyarakat.
2)    Deontologi (Formalisme)
Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas) berprinsip pada aksi atau tindakan. Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan  oleh hasil akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteknya di sini perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau salah.
Kant berpendapat prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia secara rasional tidak konsisten, kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh Kant meliputi: pertama, manusia harus selalu bertindak sehingga aturan yang merupakan dasar berperilaku dapat menjadi suatu hukum moral universal. Kedua, manusia harus tidak memperlakukan orang lain secara sederhana sebagai suatu makna, tetapi selalu sebagai hasil akhir terhadap dirinya sendiri. Contoh penerapan deontologi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus diberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi walaupun kenyataan tersebut sangat menyakitkan. Contoh lain misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh.
Dalam menggunakan pendekatan teori ini, perawat tidak menggunakan pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus dilakukan untuk menyela-matkan nyawa ibu, karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam hal ini calon bayi) merupakan tindakan yang secara moral buruk. Secara lebih luas, teori deontologi dikembangkan menjadi lima prinsip penting; kemurahan hati, keadilan, otonomi, kejujuran, dan ketaatan
b.    Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis.
Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi perawat untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam membuat keputusan etis perlu memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral perawatan dan prinsip-prinsip etis.
Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembangkan dengan mengacu pada kerangka pembuatan keputusan etika medis  
Beberapa kerangka disusun berdasarkan posisi falsafah praktik keperawatan, sementara model-model lain dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah seperti yang diajarkan di pendidikan keperawatan. Berikut ini merupakan contoh model yang dikembangkan oleh Thompson dan Thompson dan model oleh Jameton. Metode Jameton dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan etika keperawatan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pasien. terdiri dari lima tahap:
1)     Identifikasi masalah. 
2)     Perawat harus mengumpulkan data tambahan.
3)     Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan.
4)     Pembuat keputusan harus membuat keputusan.
5)     Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.
Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb (1989), adalah sebagai berikut:
1)    Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang yang terlibat, Tindakan yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari tindakan yang diusulkan.
2)    Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
3)    Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
4)    Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat
5)    Mendefinisikan kewajiban perawat
6) Membuat keputusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar